Farmakologi
adalah ilmu tentang obat., termasuk mekanisme kerja dan efeknya pada system
kehidupan. Sedangkan obat sendiri dalam bahasa Yunani artinya “racun”.
Menurut
World Health Organization (WHO), obat adalah suatu senyawa atau produk yang digunakan
untuk memodifikasi atau menjelajahi system fisiologis atau patologis guna
kepentingan resipien.
Dalam
pengertian umum, obat adalah suatu substansi yang melalui efek kimianya membawa
perubahan dalam fungsi biologic. Pada umumnya, molekul obat berinteraksi dengan
molekul khusus dalam system biologic, yang berperan sebagai pengatur, disebut
molekul reseptor.
Obat
dapat disintesa dalam tubuh, misalnya: hormon. Atau juga dapat sebagai zat
kimia yang datang dari luar (xenobiotik).
Untuk
berinteraksi secara kimia dengan reseptornya, molekul obat harus mempunyai
ukuran, muatan listrik, bentuk dan komposisi atom yang sesuai.
Sifat
Fisik Obat
Obat-obat
dapat berupa benda padat pada temperature kamar (misalnya: aspirin dan
atropine), cair (misal: nikotin dan etanol), atau bentuk gas (misal: nitrogen
oksid).
Asal
Obat
Obat didapatkan dari
berbagai sumber:
- Mikroorganisme , misalnya: antibiotic berasal dari jamur, dan human insulin berasal dari rekayasa genetika.
- Tanaman, misalnya: Atropa belladonna (atropine), Cannabis sativa (ganja), Castanospernum austral (castanospermine),dll.
- Manusia dan hewan, misalnya: adrenalin, human chorionic gonadotropin (HCG) dan erythropoietin. Kadang-kadang dibuat dengan teknik rekombinan.
- Mineral atau produk mineral, misalnya: zat besi, iodine dan Epsom salt.
- Sintesa di laboratorium, misalnya: sulphonamid, β-blocker dan antidepresan.
- Semi sintetik, apabila awalnya dari bahan alami berupa steroid tanaman atau metabolit mikroba yang kemudian diubah secara kimiawi menghasilkan molekul obat.
Karakteristik
Obat
Obat
yang berguna adalah yang memiliki sifat-sifat penting lainnya, seperti:
potensi, selektivitas dan spesifisitas.
Potensi adalah
senyawa kimia yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek. Semakin poten suatu
obat, semakin rendah dosis yang diperlukan untuk menimbulkan efek tertentu.
Selektivitas
adalah rentang efek obat pada reseptor tertentu, proses selular atau jaringan.
Misal: fluoxetine (prozac) memiliki efek samping lebih sedikit dari pada
antidepresan yang lebih tua karena lebih selektif dalam menghambat transport
neutransmitter serotonin ke dalam sel.
Spesifisitas
adalah hubungan antara struktur kimia obat dengan efek farmakologisnya.
Spesifisitas dapat digunakan secara longgar.
Ukuran
Obat
Ukuran
molecular obat-obat yang biasa digunakan bervariasi dari sangat kecil (ion
litium, BM 7) sampai sangat besar (misalnya: alteplase [t-PA], suatu protein
dengan BM 59.050). Umumnya, obat-obat tersebut mempunyai berat molekul antara
100 dan 1000. Obat-obat yang lebih besar dari BM 1000 tidak mudah berdifusi
antara kompartemen tubuh. Obat yang sangat besar biasanya protein, mesti
diberikan langsung ke dalam kompartemen tempat efek obat.
Reaktivitas
Obat dan Ikatan Reseptor Obat
Obat
berinteraksi dengan reseptor berdasarkan kekuatan atau ikatan kimia. Ada tiga
tipe utama dari ikatan ini, yaitu: kovalen, elektrostatik, dan hidrofobik.
Ikatan
kovalen, sangat kuat dan umumnya tidak reversible dalam kondisi biologic biasa.
Jadi, ikatan kovalen yang terbentuk antara bentuk aktif fenoksibenzamin dan
reseptor alfa untuk norepinefrin tidak mudah dilepaskan (yang mengakibatkan
penghambatan reseptor). Efek penghambat dari fenoksibenzamin berlangsung lama
sesudah obat bebas hilang dari aliran darah dan baru pulih kembali setelah
sintesis reseptor alfa yang baru, suatu proses yang membutuhkan waktu kira-kira
48 jam.
Ikatan
elektrostatik lebih umum dibandingkan dengan ikatan kovalen. Ikatan
elektrostatik bervariasi daari ikatan yang kuat antara molekul ion yang bermuatan
tetap sampai ikatan sangat lemah yang diperoleh dari interaksi dipole antara
kekuatan van der walls dan fenomena yang serupa. Ikatan elektostatik lebih
lemah dari pada ikatan kovalen.
Ikatan
hidrofobik, biasanya sangat lemah dan mungkin penting dalam interaksi antara
obat mudah larut lipid dengan lipid dari membrane sel dan mungkin juga dalam
interaksi obat dengan dinding dalam dari “kantong-kantong” reseptor.
Obat
yang terikat lemah pada reseptornya umumnya lebih selektif daripada obat yang
terikat sangat kuat. Hal ini disebabkan ikatan lemah tersebut memerlukan
kecocokan yang pas (precise fit) antara obat dan reseptornya bila interaksi
terjadi. Hanya beberapa tipe reseptor saja yang mempunyai sifat kecocokan pas
tersebut dengan suatu stuktur obat tertentu.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI RESPON OBAT
- Faktor Farmakokinetik
Faktor
Farmakokinetik adalah factor yang mempengaruhi bagaimana tubuh memperlakukan
obat, yaitu bagaimana obat diabsorpsi dari tempat pemberiannya, distribusi di
seluruh tubuh melalui aliran darah, dan eliminasi melalui metabolism dan
ekskresi.
Respon
terhadap obat dipengaruhi oleh:
1. Komposisi
tubuh (proporsi lemak)
2.
Merokok (dapat merubah clearance obat
dari tubuh)
3.
Usia dan jenis kelamin ( dapat
mempengaruhi jantung, fungsi hati dan ginjal)
4.
Kehamilan (mengubah distribusi)
5.
Factor ginetik (enzim)
6.
Penyakit hati dan penyakit ginjal
(mempengaruhi metabolism dan ekskresi obat, berpotensi menyebabkan akumulasi
dan toksisitas)
7.
Hipermotilitas GIT (obat keluar sebelum
sempat diabsorpsi)
- Faktor Farmakodinamik
Farmakodinamik
adalah apa yang dilakukan obat terhaadap tubuh, meliputi kerja obat dan
efeknya, efek terapetik dan efek samping, mekanisme kerja obat ditingkat
seluler.
Walaupun
mekanisme kerja obat sama pada setiap orang, kecuali bila jumlah atau jenis
reseptor berbeda, tetap ada factor yang mempengaruhi respons obat. Misalnya,
takifilaksis dan desensitisasi ( penurunan efek obat dengan cepat) dan
toleransi ( penurunan respons dengan perlahan-lahan, misalnya pada pasien
ketergantungan opioid).
- Faktor Individual dan Klinis
Penentu
utama dari respons obat adalah apakah seorang pasien minum obat itu. Kepatuhan
berati mengikuti semua aspek dari rencana keperawatan. Daalam konteks terapi
obat itu berarti mengikuti petunjuk dokter. Semua saran lain yang diberikan
yang berhubungan dengan terapi juga harus diikuti, termasuk aspek gaya hidup
seperti, mengurangi berat badan, berhenti merokok, dan minum alcohol.
Salah
satu cara untuk menilai kepatuhan pasien adalah dengan menghitung sisa obat
setelah jangka waktu tertentu, dan tes (pengukuran) kadar obat dalam daarah.
- Interaksi Obat
Hal
lain yang dapat mempengaruhi hasil terapi, selain kepatuhan pasien adalah
interaksi dengan obat lain, obat bebas non resep, makanan dan minuman.
Interaksi
obat dapat mempengaruhi farmakokinetik obat yang terlibat (misalnya monoamine
oksidase inhibitor menghambat metabolism obat lain) atau farmakodinamik
(misalnya antihistamin dan alcohol memiliki efek depresan ssp aditif).
- Polifarmasi
Polifarmasi
adalah penggunaan beberapa obat bersamaan. Polifarmasi adalah situasi dimana
terjadi interaksi obat yang berpotensi membahayakan pasien.
Usaha
untuk mencegah polifarmasi:
1.
Menghindari penulisan resep atau memberikan
obat untuk keluhan ringan.
2.
Mencermati dosis obat, sediaan yang
sesuai, ADR dan interaksi obat serta kepatuhan pasien.
3.
Pendekatan non-farmakologis : perubahan
gaya hidup
4.
Komunikasi dengan pasien, tentang
perasaannya, harapan dan kesulitan dengan kepatuhan, dan dengan anggota
keluarga yang terkait.
5.
Penyederhanaan: mengurangi frekuensi
obat, menggunakan dosis efektif terendah, membatasi obat yang tak perlu.
- Efek Plasebo
Placebo,
secara farmakologi berarti pemberian senyawa yang tidak aktif dan tidak
berbahaya untuk memuaskan pasien yang tidak memerlukan obat aktif. Senyawa ini
digunakan sebagai perundingan dengan senyawa aktif.
Pasien
yang diberi placebo dapat juga timbul respons, tetapi biasanya hanya sementara
saja. Hal ini karena factor psokologis, yaitu timbulnya harapan pada diri
pasien tersebut.
Referensi:
·
Katzung, Bertram G. 1997. Farmakologi dasar dan klinik Edisi VI.
Jakarta: EGC
·
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma. 2010. Farmakologi
Umum. Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma
0 komentar:
Posting Komentar