HIDUP ITU INDAH JIKA BERMANFAAT UNTUK ORANG LAIN ANALGETIK, ANTIPIRETIK, NSAID_diana: ANALGETIK, ANTIPIRETIK, NSAID

Pages

ANALGETIK, ANTIPIRETIK, NSAID


Obat analgetik, antipiretik, serta Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototipe obat golongan ini adalah aspirin. Karena itu, banyak golongan dalam obat ini sering disebut obat mirip aspirin (Aspirin-like drugs).


Klasifikasi kimiawi OAINS sebenarnya tidak banyak manfaat kimianya karena ada OAINS dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda. Sebaliknya ada OAINS yang berbeda subgolongan tapi memiliki sifat yang serupa. Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
Mekanisme kerja dan yang berhubungan dengan system biosintesis. Prostaglandin ini mulai diperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik Prostaglandin. Penelitian lanjutan membuktikan bahwa Prostaglandin akan dilepaskan bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun secara invitro OAINS diketahui menghambat obat berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan efek analgetic, antipiretik dan anti inflamasinya belum jelas. Selain itu, OAINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien yang diketahui ikut berperan dalam inflamasi.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang berbeda. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis prostaglandin hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa anti-inflamasi parasetamol praktis tidak ada aspirin sendiri menghambat dengan mengasetiliasi gugus aktifserin dan enzim ini.Trombosit sangat rentan terhadap penghambatan ini karena selain tidak mampu mengadakan regenerasi enzim sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari telah cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit yaitu 8-11 hari.
Mekanisme rasa nyeri yaitu perangsangan nyeri baik mekanik, kimiawi, panas maupun listrik akan menimbulkan kerusakan pada jaringan sel sehingga sel-sel tersebut melepaskan suatu zat yang disebut mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri. Mediator nyeri ini juga disebut zat autanoid yaitu, histamine, serotonin, plasmakinin, bradikinin (asam lemak) prostaglandin dan ion kalium. Mekanisme kerja penghambatan rasa nyeri ada tiga yaitu:
1. Merintangi pembentukkan rangsangan dalam reseptor rasa nyeri, seperti pada anastesi local.
2. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf sensoris, seperti pada anastesi local.
3. Blokade rasa nyeri pada system saraf pusat seperti pada analgetik sentral (narkotika) dan anastesi umum.



ANALGETIK OPIOID
Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa meghalangi kesadaran.
Penggunaan umum
Penatalaksanaan nyeri sedang sampai berat. Beberapa agens digunakan sebagai adjuvant anesthesia umum (alfentanil, fentanil dan sefuntanil).
Kerja Obat dan Informasi Umum
Opioid berikatan dengan reseptor opiate pada SSP, tempat opioid bekerja sebagai agonis peptide opioid yang terjadi secara endogenus (eukefalin dan endorphin). Akibatnya adalah perubahan persepsi dan respons terhadap nyeri.
Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap masing-masing agens.
Perhatian
Gunakan secara hati-hati pada pasien dengan nyeri abdomen yang tidak terdiagnosis, trauma atau patologi kepala, penyakit hati, atau riwayat ketergantungan opioid. Gunakan dengan dosis awal yang kecil pada lansia dan orang-orang yang menderita penyakit pernapasan. Penggunaan kronik dapat mengakibatkan toleransi dan memerlukan dosis yang lebih besar untuk menghilangkan nyeri. Dapat terjadi ketergantungan psikologis dan fisiologis.
Interaksi
Meningkatkan sifat depresan  SSP dari obat-abat lain, termasuk alcohol, antihistamin, antidepresan, sedatif/hipnotik, fenotiazin, dan inhibitor MAO. Penggunaan analgetic antagonis opioid parsial (buprenorfin, butorfanol, dezosin, nalbufin, dan pentazosin) dapat mencetuskan gejala putus obat opioid pada pasien-pasien yang mengalami ketergantungan fisiologis. Penggunaan bersama inhibitor MAO atau prokarbozin dapat menghasilkan reaksi paradoksal yang parah (khususnya dengan meperidin). Nalbufin atau pentazosin dapat menurunkan efek analgesic opioid yang diberikan secara bersamaan.
Implikasi Keperawatan
Pengkajian
·         Kaji jenis, lokasi, dan intensitas nyeri sebelum dan pada puncak reaksi setelah pemberian.
·         Kaji tekanan darah, nadi dan pernapasan sebelum dan secara periodic selama pemberian.
·         Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan psikologis dan fisiologis serta toleransi. Hal tersebut jangan sampai menyebabkan pasien tidak bisa mendapatkan analgesia yang adekuat. Kebanyakan pasien-pasien yang mendapat analgetik opioid untuk alasan medis tidak mengalami ketergantungan psikologis. Peningkatan dosis yang lebih tinggi secara progresif mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri pada terapi jangka panjang.
·         Kaji fungsi usus secara rutin. Peningkatan asupan cairan dan serat, pelunak feses , dan laksatif dapat meminimalkan efek konstipasi.
·         Pantau perbandingan asupan dan haluaran. Jika terjadi perbedaan yang bermakna, kaji adanya retensi urin dan beritahu dokter.
·         Toksisitas dan overdosis: bila terjadi overdosis, malokson (Narcan) adalah antidotumnya. Pantau pasien dengan ketat, dosis mungkin perlu diulang atau mungkin perlu diberikan melalui infuse.
Diagnosis Keperawatan Potensial
·         Nyeri (indikasi)
·         Gangguan persepsi sensorik, penglihatan, pendengaran (efek samping).
·         Resiko tinggi cedera (efek samping).
·         Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan pasien / keluarga).
Implementasi
·         Jelaskan nilai terapuetik obat sebelum pemberian untuk meningkatkan efek analgesiknya.
·         Pemberian dosis secara teratur lebih efektif daripada pemberian yang dilakukan bila perlu. Analgesia akan lebih efektif  bila diberikan sebelum nyeri menjadi berat.
·         Pemberian bersama analgetik nonopioid akan member efek analgetic tambahan dan sehingga memungkinkan pemberian dengan dosis yang lebih rendah.
·         Pengobatan harus dihentikan secara bertahan setelah pemberian jangka panjang untuk mencegah gejala putus obat.
Penyuluhan Pasien / Keluarga
·         Instruksikan pasien tentang bagaimana dan kapan harus meminta obat pereda nyeri.
·         Obat ini dapat mengakibatkan kantuk atau pusing. Peringatkan pasien untuk meminta bantuan ketika berambulasi atau merokok dan tidak mengemudi kendaraan atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang memerlukan kewaspadaan sampai respons terhadap obat diketahui.
·         Beri tahu pasien untuk melakukan perubahan posisi secara perlahan untuk meminimalkan hipotensi ortostatik.
·         Peringatkan pasien untuk menghindari penggunaan alcohol atau depresan SSP lainnya bersama obat ini.
·         Anjurkan pasien untuk berpindak ke posisi miring, batuk dan menarik nafas dalam setiap 2 jam untuk mencegah atelektasis.
Evaluasi
Efektivitas terapi ditunjukan dengan : berkurangnya keparahan nyeri tanpa perubahan yang bermakna pada tingkat kesadaran, status pernapasan, atau tekanan darah.
Analgetik Opioid yang terdapat dalam Pedoman Obat untuk Perawat:
Agonis Opioid                                                                        Opioid Agonis/antagonis
  1. Alfentamil                                                                   1. Buprenorfin
  2. Kodein                                                                       2. Butorfanol
  3. Fentanil                                                                       3. Dezosin
  4. Hidrokodon                                                                4. Nalbufin
  5. Hidromorfon                                                               5. Pentazosin
  6. Levorfanol
  7. Meperidin
  8. Metadon
  9. Morfin
  10. Sufentanil

ANTIPRETIK
Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh.
Penggunaan Umum
Digunakan untuk menurunkan demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi, dan neoplasma).
Kerja Obat dan Informasi Umum
Antipiretik menurunkan demam dengan mempengaruhi termogulator pada SSP dan dengan menghambat kerja prostaglandin secara perifer.
Kontraindikasi
Hindari pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan perdarahan (resiko perdarahan lebih rendah dengan salisilat lainnya). Aspirin dan salisilat lain harus dihindari pada anak-anak dan remaja.
Perhatian
Gunakan aspirin atau ibuprofen secara hati-hati pada pasien-pasien dengan penyakit ulkus. Hindari pemakaian asetominofen kronik dosis besar.
Interaksi
Aspirin dosis besar dapat menggeser obat lain yang berikatan kuat dengan protein. Iritasi GI tambahan dengan ibuprofen, aspirin, dan agens antiinflamasi nonsteroid atau glukokortikoid. Aspirin atau ibuprofen dapat meningkatkan resiko perdarahan bila digunakan bersama obat lain yang mempengaruhi hemostasis (antikoagulan, trombolitik, antineoplastik, dan beberapa antiinfeksi).
Implikasi Keperawatan
Pengkajian
Kaji demam, catat adanya gejala yang menyertainya (diaphoresis, takikardia, dan malaise).
Diagnosis Keperawatan Potensial
·         Resiko tinggi gangguan suhu tubuh (indikasi).
·         Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan pasien/keluarga).
Implementasi
·         Pemberian bersama makanan atau antacid dapat meminimalkan iritasi GI (aspirin dan ibuprofen).
·         Tersedia dalam bentuk dosis oral dan rectal, dalam kombinasi dengan obat lain.
Penyuluhan Pasien/Keluarga
·         Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter bila demam tidak berkurang dengan dosis rutin atau bila lebih dari 39,5oC atau berlangsung lebih dari 3 hari.
·         Center for Disease Control memperingatkan pemberian aspirin pada anak-anak atau remaja yang menderita varisela (cacar air), atau penyakit virus serupa influenza karena kemungkinan berhubungan dengan syndrome Reye.
Evaluasi
Efektivitas terapi ditunjukan dengan: pengurangan demam.
Antipiretik yang terdapat dalam Pedoman Obat untuk Perawat
1.      1. Asetaminofen
2.      2. Aspirin
3.      3. Kolin dan magnesium salisilat
4.      4. Kolin salisilat
5.      5. Ibuprofen
6.      6. Salsalat

ANALGETIK NONOPIOID / AGENS ANTIINFLAMASI NONSTEROID
Anti-inflamasi adalah obat atau zat-zat yang dapat mengobati peradangan atau pembengkakan.
Penggunaan Umum
Kebanyakan agens dalam kelompok ini digunakan untuk mengendalikan nyeri ringan sampai sedang, demam dan berbagai penyakit inflamasi, seperti arthritis rheumatoid dan osteoarthritis. Asetaminofen memiliki sifat analgetik dan antipiretik tetapi tidak efektif sebagai agens antiinlamasi. Fenazopiridin hanya digunakan sebagai analgetik saluran kemih. Metotrimeprazin adalah fenotiazin dengan sifat analgetik, namun karena hipotensi berlebihan yang ditimbulkannya mengakibatkan agens tidak digunakan secara rutin.
Kerja Obat dan Informasi Umum
Kelompok terbesar analgetik nonopioid adalah agens antiinflamasi nonsteroid (NSAIA,NSAID). NSAIA dan salisilat memiliki sifat analgetik, antipiretik dan antiinflamasi. Mekanisme analgetik mungkin disebabkan oleh inhibisi sintesis prostaglandin. Kerja antipiretik disebabkan oleh inhibisi sintesis prostaglandin dalam SSP dan vasodilatasi. Inhibisi sintesis prostaglandin juga menjelaskan kemampuannya menekan inflamasi. Asetaminofen memiliki sifat antipiretik dan analgetik tetapi tidak mempunyai kemampuan antiinflamasi.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap aspirin berarti kontraindikasi untuk seluruh kelas NSAIA. Hanya asetaminofen yang aman untuk penggunaan yang tidak sering pada kehamilan dan laktasi.
Perhatian
Gunakan NSAIA secara hati-hati pada pasien- pasien dengan riwayat gangguan perdarahan gastrointestinal (efeknya lebih ringan pada salisilat nonaspirin), dan penyakit hati, ginjal dan kardiovaskuler berat. Keamanan penggunaan NSAIA pada kehamilan belum ditetapkan.
Interaksi
NSAIA memperpanjang masa perdarahan dan memperkuat efek antikoagulan agens trombolitik, plikamisin, beberapa sefalosporin, dan asam valproat. Penggunaan kronik NSAIA dengan aspirin dapat mengakibatkan peningkatan efek samping GI dan menurunkan efektivitasnya. NSAIA dapat menurunkan respon terhadap terapi diuretic atau antihipertensi. Penggunaan kronik asetaminofen bersama NSAIA dapat meningkatkan resiko reaksi ginjal yang merugikan. Metotrimeprazin akan memperberat hipotensi bila digunakan bersama obat lain yang menurunkan tekanan darah.
Implikasi Keperawatan
Pengkajian
·         Informasi umum : pasien yang menderita asma, alergi akibat aspirin, dan polips hidung, berisiko tinggi mengalami reaksi hipersensitivitas. Kaji adanya rhinitis, asma dan urtikaria.
·         Arthritis : kaji nyeri dan rentang gerak sebelum dan 1-2 jam setelah pemberian.
·         Nyeri: kaji nyeri (catat jenis, lokasi dan intensitasnya) sebelum dan 1-2 jam setelah pemberian.
·         Demam: pantau suhu, catat tanda-tanda yang berhubungan dengan demam (diaphoresis, takikardia, dan malaise).
·         Pertimbangan Tes Lab: dapat menyebabkan perpanjangan masa perdarahan, yang dapat menetap setelah penghentian terapi.
Diagnosis Keperawatan Potensial
·         Nyeri ( indikasi).
·         Gangguan mobilitas fisik (indikasi).
·         Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan pasien / keluarga).
Implementasi
·         Informasi umum : pemberian bersama analgetik opioid akan menghasilkan efek analgetik yang lebih besar dan memungkinkan penurunan dosis opioid.
·         PO: untuk efek awal yang cepat, berikan 30 menit sebelum atau 2 jam setelah makan. Dapat diberikan bersama makanan, susu, atau antacid untuk mengurangi iritasi GI. Makanan akan memperlambat namun tidak mengurangi absorpsi.
·         Dismenorea: berikan segera mungkin setelah awitan menstruasi. Terapi profilaksis tidak terbukti efektif.
Penyuluhan Pasien/Keluarga
·         Anjurkan pasien untuk meminum obat ini dengan segelas air dan tetap dalam posisi tegak selama 15-30 menit setelah pemberian.
·         Obat ini terkadang dapat menyebabkan mengantuk atau pusing. Anjurkan pasien untuk tidak mengemudi kendaraan atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang membutuhkan kewaspadaan sampai respons terhadap obat diketahui.
·         Peringatkan pasien untuk menghindari penggunaan bersama alkohol, aspirin, ibuprofen, asetaminofen, atau obat bebas lainnya tanpa berkonsultasi dengan dokter atau apoteker.
·         Anjurkan pasien untuk memberitahu dokter atau dokter gigi mengenai program pengobatan sebelum dilakukan tindakan atau pembedahan.
Evaluasi
Efektivitas terapi ditunjukan dengan : Perbaikan mobilitas sendi, penurunan keparahan nyeri. penurunan demam. Pasien yang tidak berespons terhadap salah satu agens antiinflamasi nonsteroid masih dapat berespons terhadap agens antiinflamasi nonsteroid lainnya.
Analgetik Nonopioid / Agens Antiinflamasi Nonsteroid yang terdapat dalam Pedoman Obat untuk Perawat:
Agens antiinflamasi nonsteroid                    analgetic nonopioid               salisilat
1.      Aspirin                                                      1. Asetaminofen                      1. aspirin
2.      Kolin salisilat                                            2. Etodolak                             2. Magnesium salisilat
3.      Fenoprofen                                                3. Fenoprofen                          3. salsalat
4.      Ibuprofen                                                  4. Ibuprofen
5.      Nabumeton                                               5. Ketoprofen
6.      Salsalat                                                      6. Ketorelak
7.      Ketoprofen                                                7. Meklofenamat
8.      Meklofenamat                                           8. Metotrimeprazin
9.      Indometasin                                              9. Naproksen
10.  Tolmetin                                                    10. Fenazopiridin


Referensi:
·         Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta:Universitas Indonesia
·         Deglin, Judith Hopfer. 2004. Pedoman Obat untuk Perawat Edisi 4. Jakarta: EGC
·         Katzung, Bertram G. 1997. Farmakologi dasar dan klinik Edisi VI. Jakarta: EGC

0 komentar:

Posting Komentar